“Bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa (al-baqarah :177)
Ayat tersebut di atas memberikan penjelasan bahwa yang di namakan dengan kebajikan itu bukan di pandang dari segi bagaimana kita melaksanakan ritual secara dlohiriyah. Bukan menghadapkan wajah ke arah timur ataupun arah barat , walau pada dasarnya ada pemersatu arah dalam beribadah yang di sebut kiblat. Pada zaman rosulullah sebagian orang beranggapan bahwa yang namanya kebajikan adalah dilihat dari prilaku kemana arah melaksanakan ibadah, untuk itu Allah menurunkan wahyu adanya perubahan arah kiblat shalat pada zaman rosulullah SAW. Memang pada mulanya umat islam melaksanakan shalat lima waktu dengan menghadap ke arah baitul quds (baitul maqdis) di Yerusalem Palestina. Arah kiblat ini di tentukan karena belum ada perintah dari Allah untuk menetukan arah kiblat, lagi pula baitul quds adalah merupakan tempat yang suci yang selalu di jadikan kiblat agama samawi lainnya seperti yahudi dan nasrani. Rosulullah dan para sahabat melahsanakan shalat lima waktu dengan arah kiblat ke baitul quds menurut hadis riwayat shahih bukhari adalah selama kurang lebih 16 – 17 bulan.
Namun Rosulullah meginginkan kiblat untuk umat islam adalah sama dengan kiblatnya nabi Adam as dan nabi Ibrahin as yaitu mengarah ke Kabah baitullah di Masjidil Harram, untuk itu rosulullah sering menengadahkan wajahnya ke langit berdoa kepada Allah agar senantiasa allah menurunkan wahyu yang memerintahkan mengalihkan arah kiblat dari baitul quds ke baitullah. Rupanya doa beliau di Kabulkan allah swt melalui wahyu surat al baqarah ayat: 144. Perintah untuk mengubah arah kiblat dari mengahdap baitul quds kea rah kabah terjadi pada saat rosululloh dan para sahaba melaksanakan shalat dhuhur di masjid bani salamah atau yang sekarang di kenal dengan nama masjid kiblatain. Rosululloh menerima perintah mengubah arah kiblat pada saat shalat dhuhur sedah berjalan 2 rakaat, jadi begitu mendapat intruksi dari allah beliau langsung berbalik 180 drajat dari baitul quds, maka para sahabatpun yang menjadi makmum berjalan berputar memposisikan diri di belakang rosulullah . Perubahan kibalt ini terjadi pada bulan rajab tahun ke 12 H.
Akibat dari dari perpindahan arah kiblat ini, kaum yahudi dan nasrani memperolok-olokkan umat islam. Namun dalam hati kecilnya mereka justru khawatir karena akan Nampak perbedaan antara yahudi dan islam. Sebab sdikit banyak sebelumnya umat islam masih dapat di terima oleh umat yahudi. Dengan perubahan arah kiblat ini menandakan bahwa kaum muslimin adalah suatu bangsa atau kelompok lain yang terpisah dengan mereka. Oleh karena itu setelah peristiwa tersebut umat yahudi meningkatkan perlawanan terhadap umat islam dan menghormati musuh-musuh islam.
Perpindahan arah kiblat juga dimaksudkan unttuk memisahkan antara kaum munafik dengan kaum muslimimin yang benar-benar tulus dan ikhlas. Kaum munafik akan banyak protes sedang kaum muslimin yang tulus akan mengikuti apa yang di perintahkan Allah dan rasulNya.
Untuk itu Allah menjelaskan bahwa yang dinamakan dengan kebajikan adalah beriman kepada allah, malaikat, kitabullah, ambiyak, atau semua yang tercover dalam rangkain rukun iman. Setelah menanamkan keinaman tersebut maka dilahirkan dengan amal berupa memberikan sebagian harta yang di cintainya kepada kerabat dekatnya, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada musafir dan orang yang meminta-minta, perilaku ini sebagai bentuk hablum minannas.
Namun jangan lupa ada yang lebih urgen lagi yaitu hablum minalloh sebagai bentuk pengabdian makhluk kepada sang khalik yaitu selalu melaksanakan shalat fardhu, melaksanakan puasa, menunaikan zakan serta berkunjung ke baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Seorang mukmin yang benar rupanya belum sempurna bila belum membangun diri melalui peningkatan penghormatan terhadap dirinya sendiri, hal ini bisa di raih dengan sifat kejujuran, selalu menepati janji manakala berjanji dengan orang lain, selau bersikap sabar dalam segala hal, baik dalam menghadapi kesempitan dan kesulitan maupun dalam situasi yang tidak kondusif seperti halnya saat peperangan. Wallahu a'lam
No comments:
Post a Comment