Sudah menjadi suatu budaya di Negara kita bahwa di bulan syawal diadakan acara halal bi halal, baik oleh masyarakat, instansi maupun lembaga. Acara tersebut meski di adakan karena bentuk dari penyempurnaan ibadah puasa yang telah di laksanakan sebulan penuh selama Ramadhan. Halal bi halal biasa dikatakan sebagai budaya Indonesia karena istilah ini hanya di kenal di Negara kita Indonesia, adapun Negara yang lain misalnya arab Saudi justru tidak mengenal istilah ini walau halal bi halal merupakan rangkaian kata bahasa arab.
Menurut DR. Qurais shihab bahwa istilah Halal bihalal, adalah satu dari istilah-istilah “keagamaan” yang hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Istilah tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaranya dalam segi bahasa, walaupun semua pihak menyadari tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara sesama. Untuk itu dalam menterjemahkan istilah halal bi halal beliau memandang dari 2 sudut pandang, yaitu dari sudut pandang hokum dan dari sudut pandang bahasa.
Menurut pandangan dari segi hukum – kata halal biasanya dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian menurut para pakar hukum. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak mengundang dosa. Jika demikian halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan mohon maaf.
Namun pengertian seperti yang dikemukakan di atas pada hakikatnya belum menunjang tujuan keharmonisan hubungan, karena dalam bagian halal terdapat sesuatu yang makruh atau yang tidak disenangi dan sebaiknya tidak dikerjakan. Pemutusan hubungan (perceraian misalnya) merupakan sesuatu yang halal tapi paling dibenci Tuhan. Atas dasar itu, ada baiknya makna halal bihalal tidak dikaitkan dengan pengertian hukum.
Menurut pandangan dari segi bahasa – akar kata halal yang kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut, antara lain, berarti “menyelesaikan problem”, “meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, dan “mencairkan yang beku”.
Jika demikian, ber-halal bihalal merupakan suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghalang terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan yang dingin, keruh, dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram. Hal ini bisa terjadi karena lama seseorang tidak berkunjung kepada teman atau saudara yang lain, atau ada sikap adil yang di putuskan(ditetapkan) namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungan dari kesalahpahaman akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik, yang berku dihangatkan agar mencair, yang kusut diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.
Dari urain di atas dapat di simpulkan bahwa halal bihalal adalah merupakan media yang paling baik untuk menjaga keharmonisan dalam suatu komunitas, di sekolah, di kantor, di desa dan dimanapun agar tidak ada lagi masalah-masalah antar individu maupun kelompok.
Halal bi halal juga mengandung nilai silaturahmi, karena seseorang yang jarang bertemu dengan adanya acara ini ahirnya bisa bertemu dan saling maaf memaafkan. Rosululloh bersabda “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim”. Silaturahimmempunyai manfaat yang bayak di antarnya yaitu : Mendapatkan ridho Allah SWT, Membuat orang yang dikunjungi berbahagia. Hal ini amat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Amal yang paling utama adalah membuat seseorang berbahagia.”, Menyenangkan malaikat, karena malaikat juga sangat senang bersilaturahmi, Disenangi oleh manusia, Membuat iblis dan setan marah, Memanjangkan usia, Menambah banyak dan berkah rejekinya, Membuat senang orang yang telah wafat. Sebenarnya mereka itu tahu keadaan kita yang masih hidup, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka merasa bahagia jika keluarga yang ditinggalkannya tetap menjalin hubungan baik, Memupuk rasa cinta kasih terhadap sesama, meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan, mempererat dan memperkuat tali persaudaraan dan persahabatan, dan akan menambah pahala setelah kematiannya, karena kebaikannya (dalam hal ini, suka bersilaturahmi) akan selalu dikenang sehingga membuat orang lain selalu mendoakannya………..amin
No comments:
Post a Comment